Translate

Wednesday, October 3, 2012

e - money

Pengertian E-Money

Pengertian e-money mengacu pada definisi yang
dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS) dalam salah satu
publikasinya pada bulan Oktober 19961. Dalam publikasi tersebut e-money
didefinisikan sebagai “stored-value or prepaid products in which a record
of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device
in the consumer’s possession” (produk stored-value atau prepaid dimana
sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki
seseorang).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai uang dalam e-money akan berkurang
pada saat konsumen menggunakannya untuk pembayaran. Disamping itu
e-money yang dimaksudkan disini berbeda dengan “single-purpose prepaid
card” lainnya seperti kartu telepon, sebab e-money yang dimaksudkan di
sini dapat digunakan untuk berbagai macam jenis pembayaran (multipurposed).
E-money yang dimaksudkan disini juga berbeda dengan alat pembayaran
elektronis berbasis kartu lainnya seperti kartu kredit dan kartu debet. Kartu
kredit dan kartu debet bukan merupakan “prepaid products” melainkan
“access products”. Secara umum perbedaan karakteristik antara “prepaid
product” dan “access product” adalah sebagai berikut:
1. Prepaid product (e-money)
- Nilai uang telah tercatat dalam instrumen e-money, atau sering
   disebut dengan stored value.
- Dana yang tercatat dalam e-money sepenuhnya berada dalam
   penguasaan konsumen.
- Pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk electronic value
  dari kartu e-money milik konsumen kepada terminal merchant dapat
  dilakukan secara off-line. Dalam hal ini verifikasi cukup dilakukan
  pada level merchant (point of sale), tanpa harus on-line ke komputer
  issuer.
2. Access product (kartu debet dan kartu kredit)
- Tidak ada pencatatan dana pada instrumen kartu.
- Dana sepenuhnya berada dalam pengelolaan bank, sepanjang
  belum ada otorisasi dari nasabah untuk melakukan pembayaran.
- Pada saat transaksi, instrumen kartu digunakan untuk melakukan
  akses secara on-line ke komputer issuer untuk mendapatkan
  otorisasi melakukan pembayaran atas beban rekening nasabah,
  baik berupa rekening simpanan (kartu debet) maupun rekening
  pinjaman (kartu kredit). Setelah di-otorisasi oleh issuer, rekening
  nasabah kemudian akan langsung didebet. Dengan demikian
  pembayaran dengan menggunakan kartu kredit dan kartu debet
  mensyaratkan adanya komunikasi on-line ke komputer issuer.

 Selain produk e-money sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, saat
  ini, khususnya di Indonesia mulai bermunculan inovasi produk-produk
  pra-bayar yang secara fungsional mirip dengan e-money, namun secara
  teknis, karakteristiknya berbeda dengan karakteristik e-money yang
  dimaksudkan dalam kajian ini. Contohnya adalah model prabayar yang
  umumnya dikembangkan oleh perusahaan telekomunikasi dimana nilai
  uang tidak disimpan di dalam kartu (bukan stored value) melainkan
  disimpan dalam server data base perusahaan telekomunikasi yang
  menerbitkan kartu pra-bayar tersebut. Dalam hal ini perintah perpindahan
  dana untuk pembayaran harus dilakukan secara on-line ke server penerbit
  melalui short messaging services (SMS). Model prabayar ini sebenarnya
  adalah pengembangan dari bentuk pulsa yang kemudian dikembangkan
  untuk dapat digunakan untuk berbagai macam pembayaran.

Manfaat E-Money

Beberapa manfaat atau kelebihan dari penggunaan e-money dibandingkan
dengan uang tunai maupun alat pembayaran non-tunai lainnya, antara
lain :
- Lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai,
  khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil (micro payment),
  disebabkan nasabah tidak perlu menyediakan sejumlah uang pas
  untuk suatu transaksi atau harus menyimpan uang kembalian.
  Selain itu, kesalahan dalam menghitung uang kembalian dari suatu
  transaksi tidak terjadi apabila menggunakan e-money.
- Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu transaksi
  dengan e-money dapat dilakukan jauh lebih singkat dibandingkan
  transaksi dengan kartu kredit atau kartu debit, karena tidak harus
  memerlukan proses otorisasi on-line, tanda tangan maupun PIN.
  Selain itu, dengan transaksi off-line, maka biaya komunikasi dapat
  dikurangi.
- Electronic value dapat diisi ulang kedalam kartu e-money melalui
  berbagai sarana yang disediakan oleh issuer.

Features e-money

Penerapan features pada e-money di berbagai negara sangat
bervariasi. Berikut ini beberapa features yang dapat diterapkan pada
penyelenggaraan e-money berdasarkan laporan hasil pengamatan
kelompok kerja BIS.

1. Transferability
    Features ini dimaksudkan untuk memberikan batasan kepada siapa
    transaksi atau transfer dana dari e-money dapat dilakukan. Secara
    teknis, e-money dapat dikembangkan untuk bisa melakukan
    transaksi atau transfer dana secara bebas (free transferability) dari
    satu pemegang kartu ke pemegang kartu lainnya secara off-line
    melalui alat bantu tertentu. Transaksi seperti ini akan sulit dideteksi
    dan ditelusuri sebab tidak termonitor oleh penyelenggara secara
    langsung. Contoh produk e-money yang mempunyai fasilitas ini
    adalah Mondex, dimana dengan menggunakan alat bantu tertentu
    seorang pemegang kartu mondex dapat memindahkan dana-nya ke
    pemegang kartu mondex lainnya.
    Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan kelompok kerja BIS,
    produk e-money yang dikembangkan pada umumnya membatasi
    features ini dimana pemegang kartu hanya dapat melakukan transfer
   dana kepada merchant dan merchant hanya dapat ‘mentransfer’
   kepada issuer.
2. Otorisasi On-line
    Otorisasi on-line yang dimaksudkan disini adalah suatu proses validasi
    oleh penyelenggara atau card issuer atas transaksi e-money yang
    dilakukan oleh pemegang kartu.
    Feature on-line ini bisa diterapkan untuk seluruh transaksi atau dibatasi
    hanya untuk transaksi-transaksi tertentu saja yang dianggap kritikal,
    seperti pada saat ’loading transaction’ (pengisian ulang) oleh
    pemegang kartu atau proses deposit (penyetoran) oleh merchant.
    Konsekuensi dari penerapan feature on-line ini adalah adanya
    tambahan biaya komunikasi dan waktu dalam penyelesaian suatu
    transaksi. Oleh karena itu, pada umumnya feature ini hanya
    diterapkan untuk transaksi-transaksi tertentu saja, seperti pada saat
    pengisian ulang (top up).
3. Information Collection
    Feature ini dimaksudkan untuk memudahkan pelacakan
    suatu transaksi. Setiap transaksi pembayaran yang
    menggunakan e-money akan menghasilkan informasi baik
    yang terkait dengan aspek finansial maupun sekuriti. Informasi ini
    antara lain bisa meliputi, nominal transaksi, lokasi, waktu, dan lainlain.
    Informasi ini bisa disimpan secara temporer atau permanen di kartu
    milik konsumen, terminal merchant atau pada pusat komputer
    penyelenggara (issuer). Semakin lengkap informasi transaksi yang
   disimpan akan semakin memudahkan penyelenggara dalam
   melakukan pelacakan (tracing) jika terjadi fraud.
4. Pengisian ulang
    Suatu produk e-money dapat di-design hanya untuk sekali
    penggunaan (disposable) dimana tidak dapat digunakan lagi apabila
    dana yang tersimpan pada e-money telah habis. Alternatif lainnya
    adalah produk e-money yang dapat diisi ulang setiap waktu melalui
    berbagai cara (reloadable), seperti transfer dari rekening, pembayaran
    tunai atau dengan kartu kredit.
5. Single atau multiple currencies
    Secara teknis, e-money dapat di-design untuk multiple currencies.
    Namun pada umumnya produk e-money yang ada saat ini hanya
    menggunakan single currency yaitu mata uang yang berlaku di negara
    yang bersangkutan.
6. Single atau multiple aplications
    Secara teknis, miroprocessor chip pada smart card mampu
    mengoperasikan lebih dari satu aplikasi. Dengan demikian suatu
    card-based product dapat berfungsi sekaligus sebagai kartu
    kredit, kartu debet, dan lain-lain bahkan bisa ditambahkan
    aplikasi yang bersifat non-payment seperti program royalti, medical
    record, identity dan lain-lain.

Resiko Keamanan

Motivasi utama seseorang untuk melakukan kejahatan terhadap e-money adalah
untuk memperoleh keuntungan finansial. Hal ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti menciptakan produk palsu, mencuri kartu atau data emoney
milik orang lain. Jika e-money yang dipalsukan atau dicuri itu kemudian
dapat ditukarkan ke dalam bentuk uang tunai atau aset lain maka hal ini tentunya
dapat menyebabkan kerugian bagi pihak-pihak yang terkait seperti penerbit
maupun konsumen pengguna e-money.
Dalam penyelenggaraan e-money, faktor utama yang mempengaruhi tingkat
security penggunaannya antara lain adalah instrumen/peralatan (hardware) yang
digunakan, baik oleh konsumen maupun oleh merchant, aplikasi (software) serta
proses pertukaran data elektronik pada saat terjadi transaksi. Aspek-aspek teknis
yang terkait dengan instrumen e-money ini telah diuraikan pada bab
sebelumnya.
Berikut ini akan diuraikan mengenai potential security risk serta security measures
yang dapat diterapkan untuk mengantisipasi risiko-risiko dalam
penyelenggaraan e-money.

A. Potential Security Risk
    Secara umum, potential security risk yang terdapat dalam penyelenggaraan
    e-money adalah sebagai berikut:
    1. Duplication of devices
        Risiko kejahatan ini merupakan upaya untuk membuat duplikasi dari
        kartu yang asli, sehingga dapat digunakan untuk melakukan transaksi
        pembayaran sebagaimana kartu yang asli. Kejahatan dengan cara
       duplikasi ini tentunya memerlukan upaya yang cukup rumit
       (complicated) oleh orang yang mempunyai tingkat keahlian yang
       cukup tinggi, sebab pelaku kejahatan ini harus memiliki jenis dan tipe
       chip serta operating system yang persis sama dengan kartu yang asli.
       Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari secara seksama seluruh
       aspek teknis pada kartu yang asli.
   2. Alteration or duplication of data/software
       Risiko ini merupakan risiko kejahatan melalui upaya perubahan atau
       modifikasi data atau aplikasi yang ada pada kartu yang asli, sedemikian
       rupa sehingga si pelaku memperoleh keuntungan finansial. Misalnya
       dengan menambah data outstanding dana pada e-money atau
       merubah sistem internal aplikasi akunting pada kartu chip sehingga
       prosedur perhitungan akuntingnya tidak bekerja sebagaimana
       mestinya. Upaya kejahatan ini dapat dilakukan dengan
       memanfaatkan kelemahan sistem security pada operating system atau
       melalui ‘physical attacks’ terhadap chip itu sendiri.
  3. Alteration of message
      Risiko ini merupakan risiko kejahatan melalui upaya untuk melakukan
      perubahan/intervensi ketika data elektronis/message dikirim pada saat
      seseorang melakukan transaksi. Risiko ini akan lebih mungkin terjadi
      ketika produk e-money digunakan untuk pembayaran melalui jaringan
      internet.
  4. Pencurian
      Bentuk kejahatan e-money yang paling sederhana adalah dengan
      mencuri kartu e-money milik orang lain untuk kemudian
      menggunakan dana yang masih tersisa. Pencurian juga dapat
      dilakukan oleh orang-o r a n g dalam yang terlibat dalam
      penyelenggaraan e-money, misalnya dengan melakukan pengisian
      dana secara tidak legal ke dalam kartu. Pencurian juga bisa dilakukan
      oleh oknum yang memproduksi ‘smart card’ atau issuer sebelum
      instrumen tersebut dijual atau diterbitkan ke konsumen atau bahkan
      mencuri kunci cryptographic tanpa sepengetahuan perusahaan.
      Bentuk pencurian lainnya juga bisa dilakukan oleh oknum yang
      bekerja di bagian pengembangan produk dengan memberikan
      dokumen rahasia yang berisikan design produk kepada pihak lain.
      Bentuk pencurian yang paling berbahaya adalah pencurian kunci
      cryptographic milik penerbit (issuer) yang mungkin dilakukan oleh
      orang dalam maupun pihak luar.
  5. Penyangkalan transaksi (repudiation)
      Bentuk penyalahgunaan lainnya dalam penyelenggaraan e-money
      adalah penyangkalan bahwa seseorang telah melakukan transaksi
      pembayaran dengan menggunakan e-money. Dengan penyangkalan
      ini, merchant maupun issuer dapat dirugikan. Risiko ini juga lebih
      mungkin terjadi pada produk e-money yang berbasis software
      (software-based product) yang menggunakan jaringan internet dalam
      pengiriman message pada saat bertransaksi.
  6. Malfunction
      Risiko malfunction dapat berupa data corrupt atau hilang, tidak
      berfungsinya aplikasi atau kegagalan dalam pengiriman
      message. Risiko malfunction ini dapat diakibatkan oleh
      gangguan fisikal maupun elektronis pada instrumen atau karena
      adanya interupsi pada saat pengiriman message antar pihak yang
      bertransaksi. Keadaan ini dapat menyebabkan kerugian bagi pihak
      yang terkait. Sebagai contoh, apabila gangguan tersebut kemudian
      mengakibatkan berkurang/bertambahnya outstanding dana yang
      terekam dalam e-money. Jika hal ini kemudian dimanfaatkan oleh
      pihak yang beritikad tidak baik, maka issuer sebagai pihak yang
      mempunyai liability dapat dirugikan.

B. Security Measures
     Sebagai mana pada instrumen pembayaran elektronis lainnya,
     pengembangan security features pada e-money juga bertujuan untuk
     melindungi atau menjaga integrity, authenticity dan confidentiality baik
     data maupun proses transaksi serta melindungi dari terjadinya kerugian
     akibat adanya pemalsuan dan penyangkalan (repudiation) transaksi.
     Berdasarkan tujuannya, security measures ini dapat dikelompokkan sebagai
     berikut:
  - Preventive measures, bertujuan untuk memastikan bahwa ancaman
     kejahatan terhadap komponen-komponen dalam sistem dapat
    dihalangi/dicegah semaksimal mungkin sebelum terjadi.
  - Detection measures, bertujuan untuk memberikan peringatan (alert)
     kepada issuer atau operator akan terjadinya fraud serta untuk
     mengidentifikasi lokasi terjadinya fraud tersebut.
  - Containment measures, bertujuan untuk membatasi/mengurangi
     dampak kerugian akibat dari suatu kejahatan yang sudah terjadi.

Pengembangan e - money di Indonesia

Pada saat kajian ini disusun, di Indonesia belum terdapat instrumen e-money
sebagaimana karakteristik e-money yang dimaksudkan oleh BIS yaitu instrumen
yang bersifat stored value dan multi-purpose. Namun demikian, keberadaan emoney
di Indonesia telah diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan
dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) pada tahun 2005 yang mengatur
mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu (APMK) yang di dalamnya juga mengatur mengenai kartu pra-bayar yang
secara karakteristik dapat dikategorikan sebagai e-money sebagaimana dimaksud
pada kajian ini.
Di sisi lain, berdasarkan diskusi dengan beberapa pelaku pasar, terlihat adanya
minat yang cukup besar dari para pelaku pasar untuk mengembangkan
instrument pembayaran stored value (pra-bayar) dalam rangka meningkatkan
efisiensi pengelolaan bisnis mereka, seperti penyelenggara tol, penyelenggara
parkir, transportasi, telekomunikasi dan Pertamina. Bahkan baru-baru ini
Pertamina telah mengeluarkan produk stored value-single purpose Pertamina
Gaz Card yang telah diuji coba secara terbatas di beberapa SPBU di wilayah
Jakarta.
Guna mengantisipasi perkembangan e-money di Indonesia, dalam bab ini akan
dibahas beberapa issue terkait model pengembangan e-money yang tepat untuk
Indonesia.
A. Faktor Suskses Penyelenggaraan E-money
     Secara garis besar, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan
     alat pembayaran non-tunai adalah :
     - Adanya kebutuhan masyarakat.
     - Tersedianya instrumen yang mudah, aman, cepat dan efisien.
     - Banyaknya outlet/pelaku pasar yang menerima alat pembayaran nontunai
        tersebut.
    Selain itu, pemilihan segmen pembayaran yang tepat juga mempengaruhi
    keberhasilan penggunaan alat pembayaran non-tunai tersebut oleh
    masyarakat luas. Khusus untuk e-money, berdasarkan karakteristik e-money
    serta pengalaman pengembangan e-money di berbagai negara, dapat
    dikatakan bahwa pengembangan awal e-money umumnya ditujukan untuk
    segmen pembayaran yang memiliki kriteria antara lain sebagai berikut:
    - Transaksi bernilai kecil (micro payment s/d retail payment);
    - Frekuensi penggunaannya relatif sering; dan
    - Bersifat massal.
   Contoh transaksi yang memenuhi kriteria tersebut antara lain, pembayaran
   tol, tiket bus/kereta, parkir dan lain-lain.
   Saat ini salah satu negara yang dianggap cukup sukses dan sering dijadikan
   acuan dalam pengembangan e-money adalah Hongkong dengan produk
   Octopus Card-nya. Octopus Card, pada awalnya dikembangkan hanya
   untuk segmen transportasi massal, yang kemudian berkembang ke segmen
   ritel. Berdasarkan pengalaman Hongkong, maka faktor-faktor yang menjadi
   key success pengembangan e-money di sana meliputi16 :

  1. Kolaborasi antar pelaku pasar dengan memfokuskan diri pada core
      business dan mengesampingkan “cash collection”, agar scheme yang
     dikembangkan sesuai dengan kebutuhan konsumen dan biayanya
     dapat ditekan.
 2. Simplicity dan lowest cost.
 3. Mengutamakan kepuasan dan kenyamanan konsumen dengan misi
    “making everyday life easier for our customers”.
 4. Menggunakan teknologi baru yang bersifat sederhana, konsisten,
     cepat dan handal.
 5. Mudah digunakan (ease of use).
 6. Mendorong masyarakat untuk menggunakan instrumen non tunai
    dengan memberikan informasi tentang kelebihan/keuntungannya
    dan tidak membicarakan kompleksitasnya.
 7. Menetapkan merchant level yang dapat menerima pembayaran.
 8. Mengubah perilaku konsumen ke arah penggunaan non tunai melalui
     proses yang berkesinambungan (multi years action).
     Diantara berbagai key success tersebut satu yang selalu digarisbawahi adalah
     pentingnya kolaborasi pasar untuk mengetahui kebutuhan mekanisme
     pembayaran yang paling tepat. Untuk dapat berkembang seperti saat ini,
     Octopus Cards Ltd. telah melalui proses yang panjang dan bertahap. Dalam
     proses tersebut, hal yang sangat penting adalah membangun “trust”
     masyarakat terhadap alat pembayaran, antara lain dengan menerapkan
     100% money back guarantee.
     Selain itu, dalam mengembangkan e-money atau stored value card di
     Indonesia perlu diperhatikan kondisi sosial, perilaku dan preferensi
     konsumen, serta budaya masyarakat Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta
     bahwa perbedaan budaya di masing-masing negara mempengaruhi tingkat
     penerimaan masyarakat masing-masing negara tersebut terhadap
     penggunaan stored value card yang dikembangkan.

B. Model Bisnis E-Money di Indonesia
    Secara konseptual model penyelenggaraan e-money yang ideal adalah
    model dengan sistem dimana satu kartu yang dimiliki oleh konsumen dapat
    digunakan secara luas. Dengan kata lain satu kartu dapat digunakan oleh
    masyarakat untuk berbagai macam pembayaran pada berbagai merchant
    yang berbeda.
   Untuk memiliki model pengembangan e-money yang ideal seperti itu, maka
   secara konsep pengembangan e-money di Indonesia dapat dikembangkan
   melalui 3 (tiga) model sebagai berikut :
  1. Model Single Issuer
      Dalam model ini, secara nasional hanya ada satu issuer yang
      menerbitkan e-money, dimana system operator dapat dilakukan oleh
      issuer itu sendiri atau oleh pihak lain. Dalam model ini issuer harus
      memiliki kemampuan untuk membangun jaringan sistem yang luas
      ke berbagai merchant. Dengan tingkat penerimaan e-money sebagai
     alat pembayaran yang cukup luas, maka e-money tersebut dapat
     menarik minat masyarakat luas untuk menggunakannya. Keberadaan
     single issuer bisa terbentuk melalui policy driven atau market driven.
     Contoh e-money dengan model single issuer adalah penyelenggaraan
     Octopus Card di Hongkong, yang dalam hal ini keberadaannya sebagai
     single issuer terbentuk melalui market driven. Pada awalnya Octopus
     Card bukan satu-satunya e-money di Hongkong, namun dalam
     perkembangannya produk e-money lainnya yang ada di Hongkong
     tidak lagi beroperasi karena secara bisnis kalah bersaing dengan
     Octopus Card yang jaringan penerimaannya lebih luas.
     Berdasarkan pengalaman pengembangan Octopus Card di Hongkong,
     kunci sukses penyelenggaraan Octopus Card adalah kolaborasi dari
     berbagai perusahaan jasa transportasi di Hongkong.
    Untuk kasus di Indonesia, pengembangan model seperti ini juga
    mensyaratkan adanya kolaborasi dari berbagai pelaku pasar yang
    memiliki potensi untuk mengembangkan e-money dalam bisnis
    mereka. Mengingat dalam model seperti ini hanya ada satu lembaga
    yang menjadi issuer atau penerbit, maka keberadaan lembaga
    penerbit tersebut memegang peranan kunci karena harus dapat
    diterima oleh semua pelaku pasar yang ada.
2. Model Multi Issuer- Single Operator
    Dalam model ini secara nasional bisa terdapat lebih dari satu issuer
    yang menerbitkan e-money, namun hanya ada satu system operator
    yang menyediakan infrastruktur penyelenggaraan e-money. Karena
    semua issuer menggunakan system operator yang sama maka tidak
    ada issue interoperability dalam model ini. Contoh sistem multi issuer
    yang menggunakan satu operator yang sama adalah Cash Card di
    Singapore dan MEPS Cash di Malaysia. Namun secara nasional di kedua
    negara tersebut masih terdapat produk-produk lain yang diterbitkan
    oleh issuer yang berbeda dengan system operator yang berbeda pula,
    dimana diantara kedua produk yang diselenggarakan oleh system
    operator yang berbeda tersebut tidak interoperable satu sama lain.
    Sebagaimana halnya dengan model pertama, pengembangan model
    seperti ini juga bisa terbentuk melalui policy driven atau market driven
    selain itu juga perlu ada kesepakatan dari berbagai pelaku pasar untuk
    menggunakan system operator yang sama.
3. Model Multi Issuer - Multi Operator
    Model yang ketiga pada prinsipnya hampir sama dengan model yang
    kedua dimana secara nasional bisa terdapat lebih dari satu issuer yang
    menerbitkan e-money, namun masing-masing issuer dapat
    menggunakan system operator berbeda. Karena masing-masing issuer
    menggunakan system operator yang berbeda, agar setiap e-money
    yang diterbitkan oleh masing-masing issuer itu dapat diterima secara
    luas, maka perlu ada interoperability dan konvergensi antar sistem emoney
    yang dikembangkan serta standarisasi dalam penyelenggaraan
    e-money oleh berbagai issuer dan system operator tersebut.
    Sejauh ini berdasarkan literatur dan discussion meeting yang telah
    dilakukan, tidak banyak contoh model multi issuer-multi operator yang
    interoperable satu sama lain. Di Singapore terdapat beberapa produk
    e-money, dua terbesar diantaranya adalah CashCard dan EZ-link yang
    diterbitkan oleh issuer dengan system operator yang berbeda namun
    kedua sistem tersebut tidak interoperable satu sama lain. Satu-satunya
    contoh yang diketahui adalah produk Suica yang diterbitkan oleh JR
    East dan Icoca yang diterbitkan oleh JR West di Jepang. JR East dan JR
    West adalah dua perusahaan kereta api terbesar di Jepang dengan
    wilayah operasi yang berbeda masing-masing di bagian Timur dan
    Barat Jepang. Namun demikian kedua produk ini juga belum
    interoperable dengan produk pra-bayar lainnya yang ada di Jepang
    seperti Edy dan Docomo.
    Secara kelembagaan, pengembangan e-money dengan model multi
    issuer-multi operator, mensyaratkan adanya satu institusi sentral yang
    bersifat netral yang bertanggung jawab untuk mengelola security
    system (key sharing management) agar semuanya dapat interoperable
    satu sama lain
    Terbentuknya model seperti ini tentunya sangat tergantung pada
    policy regulator serta kerjasama para pelaku pasar yang ingin terjun
    ke bisnis e-money.


No comments:

Post a Comment